PANTAI TANJUNG AAN - LOMBOK Part 1
Hai man-teman?
Semoga kalian selalu sehat dimanapun berada.
Kali ini MasBay akan membagikan kisah lama yang cukup jadul. Pengalaman seru tentang pertama kalinya jalan-jalan ke Pulau Lombok. Dikenal sebagai pulau cantik dengan pesona pantainya, surga bagi pecandu senja, dengan "seribu masjid" di dalamnya.
Perjalanan dimulai Jumat, 15 Juli 2016.
Trip kali ini terbilang patas (cepat terbatas). Pasalnya hanya punya waktu 2 hari, jadi hari Minggu malam harus sudah sampai di Denpasar lagi.
Berangkat dari kota Denpasar jam 9 malam menuju pelabuhan Padang Bai - Karangasem. Mampir pom bensin, isi bensin pertamax Rp. 50.000. Maklum aja pada saat itu sangat menghitung budget yang ada dikantong. Waktu itu uang yang ada tidak lebih dari Rp. 500.000
Sekitar 1 jam perjalanan kita sudah sampai di pelabuhan Padang Bai, kalau perjalanan siang hari akan memakan waktu yang lebih lama karena traffic yang cukup tinggi. Tiket kapal seharga Rp 125.000 /motor. Waktu itu antrian cukup ramai, menunggu hingga satu setengah jam barulah kita masuk kapal. Dan nantinya perjalanan dengan kapal menuju ke pelabuhan Lembar akan memakan waktu kurang lebih 4 - 5 jam. Cukup lama kalau di bandingkan dengan penyeberangan di pelabuhan Ketapang - Gilimanuk yang hanya memerlukan waktu sekitar 20 - 30 menit saja.
Sudah seperti menjadi ritual yang wajib ketika naik kapal, bis, pesawat, becak dan segala jenis transportasi lainnya di luar kota adalah membeli kopi, selain karena gemar meneguk kopi ada sensasi tersendiri ketika mengkonsumsi makanan atau minuman favorit kita ditempat lain yang jauh dari rumah.
Pernah dengar pepatah diatas? Entah pepatah antah brantah mana yang mengatakan itu, tapi memang begitu adanya. Kalian yang doyan jalan-jalan pasti sangat mengerti rasa itu. Rasa dimana hanya bahagia tanpa ada batasan.
Sedikit saran, bawalah minuman & makanan sendiri karena harga didalam kapal cukup galak. Sebut saja mie instan yang tinggal diseduh dengan air panas harganya waktu itu Rp 40.000 atau air botol mineral ukuran 1 liter harganya Rp 30.000, entah kami yang di prank atau memang harga di kapal yang kita semua baru tau. Pokoknya buat kalian yang gampang lapar makan dulu sebelum naik kapal atau bawa makanan di tas.
Dengan waktu tempuh yang cukup lama kalian harus pintar-pintar membunuh waktu, ini hanya berlaku bagi yang tidak bisa tidur. Bagi penganut anemtur (asal nempel tidur) 5 jam diatas kapal bukanlah hal merepotkan.
Kali ini kurang beruntung sepertinya, sunrise yang diincar enggan untuk bersolek. Sayang sekali, tapi ya inilah kenyataan yang bakal kita temui ketika melakukan perjalanan. Realita yang ada tidak seindah ekspektasi. Oleh sebab itu teruslah berjalan, ada saat indahnya realita melebihi ekspektasi yang ada.
Karena esensi perjalanan itu lebih dari sekedar mendapatkan pemandangan yang diidamkan, tapi ada pelajaran dari sebuah perjalanan.
Ya inilah pantai Tanjung Aan-Lombok.
Ada hal menarik kalau dicermati dengan teliti. Pantai Tanjung Aan ini sangat bersih dan alami. Lihat disekelilingnya tidak ada hotel-hotel atau restaurant berjajar. Jangankan itu, warung kecil aja hanya ada satu. Bahkan pintu masuknya aja belum tau pasti lewat jalan yang mana. Terimakasih Google Maps, jalan pintasmu kali ini bekerja dengan tepat.
Entah karena belum ada akses yang memadai atau karena belum banyak orang yang tau. Seperti inilah seharusnya pantai yang ada di Indonesia. Mungkin man-teman punya rekomendasi pantai lain yang masih benar-benar alami? Tulis dikolom komentar ya..
Mungkin ini yang sedikit membedakan dengan pantai yang ada dipulau Bali. Semakin hari pantai di Bali makin disesaki hotel-hotel dan restaurant, bahkan sudah mulai ada pihak hotel yang mengklaim garis pantai menjadi area eksklusif miliknya. Pembangunan yang cepat tanpa kebijakan yang tepat akan berdampak buruk pada alam itu sendiri.
Mungkin bagus dari aspek ekonomi untuk warga sekitar berikut juga berkembangnya pariwasata, lapangan kerja barupun akan makin banyak. Tetapi jika tidak didukung dengan kesadaran untuk menjaga kelestarian alam dan eksploitasi besar-besaran dalam aspek pembangunan, lambat laun alam yang indah hanya akan jadi cerita untuk anak cucu kita kelak.
Perjalanan kali ini MasBay ditemani 2 orang teman lintas pulau, kita panggil saja Mas Mul dari Malang dan Om Bim dari Sukabumi. Para jejaka yang suka membuang waktu dengan tamasya menikamati Indonesia. Kebetulan mereka juga gemar memanaskan pantat diatas motor untuk jarak tempuh ratusan kilometer. Singkat cerita mereka yang jadi racun ketika mengajak bepergian dan menjadi candu ketika pulang dengan sejuta pengalaman.
Lalu kemana lagi lanjutan tamasya patas ini?
Ide ngawur terlontar dari Mas Mul untuk lanjut offroad naik ke atas bukit yang jadi latar belakang foto dibawah ini.
Dengan motor standart dari pabrik, menggendong tas carrier, dan berharap mendadak punya skill offroad yang memadai.
asuuu...dahlah
Kalian baca aja artikel selanjut nya.
Klik Bukit Merese - Lombok Part 2
Anggap saja ini latihan offroad gratis yang disiapkan sebagai pelipur lara gagalnya berjumpa dengan sunrise. Cobalah melakukan hal baru yang bahkan tak pernah terpikirkan sebelumnya.
Semoga kalian selalu sehat dimanapun berada.
Kali ini MasBay akan membagikan kisah lama yang cukup jadul. Pengalaman seru tentang pertama kalinya jalan-jalan ke Pulau Lombok. Dikenal sebagai pulau cantik dengan pesona pantainya, surga bagi pecandu senja, dengan "seribu masjid" di dalamnya.
Tanjung Aan
Perjalanan dimulai Jumat, 15 Juli 2016.
Trip kali ini terbilang patas (cepat terbatas). Pasalnya hanya punya waktu 2 hari, jadi hari Minggu malam harus sudah sampai di Denpasar lagi.
Berangkat dari kota Denpasar jam 9 malam menuju pelabuhan Padang Bai - Karangasem. Mampir pom bensin, isi bensin pertamax Rp. 50.000. Maklum aja pada saat itu sangat menghitung budget yang ada dikantong. Waktu itu uang yang ada tidak lebih dari Rp. 500.000
Pelabuhan Padang Bai - Karangasem
Sekitar 1 jam perjalanan kita sudah sampai di pelabuhan Padang Bai, kalau perjalanan siang hari akan memakan waktu yang lebih lama karena traffic yang cukup tinggi. Tiket kapal seharga Rp 125.000 /motor. Waktu itu antrian cukup ramai, menunggu hingga satu setengah jam barulah kita masuk kapal. Dan nantinya perjalanan dengan kapal menuju ke pelabuhan Lembar akan memakan waktu kurang lebih 4 - 5 jam. Cukup lama kalau di bandingkan dengan penyeberangan di pelabuhan Ketapang - Gilimanuk yang hanya memerlukan waktu sekitar 20 - 30 menit saja.
motor nakal
kondisi deck kapal
bagian dalam kapal
Sudah seperti menjadi ritual yang wajib ketika naik kapal, bis, pesawat, becak dan segala jenis transportasi lainnya di luar kota adalah membeli kopi, selain karena gemar meneguk kopi ada sensasi tersendiri ketika mengkonsumsi makanan atau minuman favorit kita ditempat lain yang jauh dari rumah.
"meminum kopi jauh dari rumah punya nikmat yang lebih bergairah"
Pernah dengar pepatah diatas? Entah pepatah antah brantah mana yang mengatakan itu, tapi memang begitu adanya. Kalian yang doyan jalan-jalan pasti sangat mengerti rasa itu. Rasa dimana hanya bahagia tanpa ada batasan.
Sedikit saran, bawalah minuman & makanan sendiri karena harga didalam kapal cukup galak. Sebut saja mie instan yang tinggal diseduh dengan air panas harganya waktu itu Rp 40.000 atau air botol mineral ukuran 1 liter harganya Rp 30.000, entah kami yang di prank atau memang harga di kapal yang kita semua baru tau. Pokoknya buat kalian yang gampang lapar makan dulu sebelum naik kapal atau bawa makanan di tas.
Dengan waktu tempuh yang cukup lama kalian harus pintar-pintar membunuh waktu, ini hanya berlaku bagi yang tidak bisa tidur. Bagi penganut anemtur (asal nempel tidur) 5 jam diatas kapal bukanlah hal merepotkan.
member anemtur
Jam setengah 4 pagi kami sudah menepi dipelabuhan Lembar, kesan pertama tidak cukup bagus karena pelabuhan ini sepi sekali dan minim penerangan. Bahkan tidak sempat ambil foto karena merasa kurang nyaman untuk berhenti. Alhasil langsung menuju ke tempat yang belum disepakati, kali ini Mas Mul adalah otak dibalik tamasya dadakan ini.
Diarahkan menuju entah kemana, mungkin perjalanan sekitar 1 jam dari jalan utama yang besar tapi sangat sepi, masuk jalan kecil perkampungan, berbelok ke arah kebun-kebun dengan jalan setapak yang becek dan berlumpur, melewati pabrik tua usang yang sudah tidak beroperasi selama bertahun-tahun. Ini mungkin jalan pintas dari Google Maps.
Bau air asin makin terasa, angin dingin dan suara ombak. Kita sampai dipantai, tidak ada bangunan sama sekali, gelap gulita. Berjalan sedikit ke barat kita melihat warung kecil yang masih tutup. Dari sini mulai belajar kalau memburu sunrise tak segampang itu.
Langit masih gelap dan tak ada hal apapun untuk dilihat, angin makin kencang dan dingin masuk ke tulang, lebih baik rebahan sambil menunggu si fajar.
Karena esensi perjalanan itu lebih dari sekedar mendapatkan pemandangan yang diidamkan, tapi ada pelajaran dari sebuah perjalanan.
Ya inilah pantai Tanjung Aan-Lombok.
Ada hal menarik kalau dicermati dengan teliti. Pantai Tanjung Aan ini sangat bersih dan alami. Lihat disekelilingnya tidak ada hotel-hotel atau restaurant berjajar. Jangankan itu, warung kecil aja hanya ada satu. Bahkan pintu masuknya aja belum tau pasti lewat jalan yang mana. Terimakasih Google Maps, jalan pintasmu kali ini bekerja dengan tepat.
Entah karena belum ada akses yang memadai atau karena belum banyak orang yang tau. Seperti inilah seharusnya pantai yang ada di Indonesia. Mungkin man-teman punya rekomendasi pantai lain yang masih benar-benar alami? Tulis dikolom komentar ya..
Mungkin ini yang sedikit membedakan dengan pantai yang ada dipulau Bali. Semakin hari pantai di Bali makin disesaki hotel-hotel dan restaurant, bahkan sudah mulai ada pihak hotel yang mengklaim garis pantai menjadi area eksklusif miliknya. Pembangunan yang cepat tanpa kebijakan yang tepat akan berdampak buruk pada alam itu sendiri.
Mungkin bagus dari aspek ekonomi untuk warga sekitar berikut juga berkembangnya pariwasata, lapangan kerja barupun akan makin banyak. Tetapi jika tidak didukung dengan kesadaran untuk menjaga kelestarian alam dan eksploitasi besar-besaran dalam aspek pembangunan, lambat laun alam yang indah hanya akan jadi cerita untuk anak cucu kita kelak.
Perjalanan kali ini MasBay ditemani 2 orang teman lintas pulau, kita panggil saja Mas Mul dari Malang dan Om Bim dari Sukabumi. Para jejaka yang suka membuang waktu dengan tamasya menikamati Indonesia. Kebetulan mereka juga gemar memanaskan pantat diatas motor untuk jarak tempuh ratusan kilometer. Singkat cerita mereka yang jadi racun ketika mengajak bepergian dan menjadi candu ketika pulang dengan sejuta pengalaman.
Om Bim
Mas Mul
Lalu kemana lagi lanjutan tamasya patas ini?
Ide ngawur terlontar dari Mas Mul untuk lanjut offroad naik ke atas bukit yang jadi latar belakang foto dibawah ini.
Dengan motor standart dari pabrik, menggendong tas carrier, dan berharap mendadak punya skill offroad yang memadai.
asuuu...dahlah
Kalian baca aja artikel selanjut nya.
Klik Bukit Merese - Lombok Part 2
Anggap saja ini latihan offroad gratis yang disiapkan sebagai pelipur lara gagalnya berjumpa dengan sunrise. Cobalah melakukan hal baru yang bahkan tak pernah terpikirkan sebelumnya.
" tinggalkan dulu alasan, coba lakukan, lalu ceritkan nikmat apa yang kalian rasakan"
Comments
Post a Comment